Lagi-lagi dilema harus dihadapi pada penikmat berita. bagaimana tidak, kita lihat aksi yang dilakukan mahasiswa UNAS Jakarta. disatu sisi mereka memperjuangkan aspirasi rakyat yang mereka emban (sesuai dengan tridarma perguruan tinggi = Pengabdian kepada masyarakat), disatu sisi lagi mereka harus menghadapi orang tua mereka (aparat keamanan). bagaimana tidak. menurut pakar psikologi amerika, jika seseorang berada pada persimpangan pilihan, dimana keadaan emosi yang dikuasai oleh amarah, maka pilihan ketiganya adalah ANARKI. penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa yang tingkat psikologinya rata-rata diatas 500. 80 dari mereka tetap saja akan memilih membrontak apabila dihadapkan pada masalah seperti diatas.
aparat kepolisian juga menghadapi dilema, disatu sisi mereka menjalankan tugas sebagai petugas keamanan negara, disatu sisi mereka berperan sebagai manusiawi.
penelitian yang dilakukan tim psikologi mabes polri juga menunjukkan tingkat emosional para aparat rata-rata standar. POLISI bukan malaikat yang hanya bisa merasakan patuh kepada pemimpinnya (malaikat hanya memiliki rasa hormat). POLISI juga buka setan (setan hanya memiliki rasa amarah). POLISI adalah manusia yang diberikan rasa marah dan taat.
dari kejadian yang terjadi kemarin terhadap mahasiswa UNAS Jakarta, hendaknya kita harus mengambil benang merah nya....jadikan semua itu pelajaran, bukan dendam kesumat yang tidak ada akhirnya sampai hari akhir kelak.
supaya tidak terjadi hal-hal yang demikian kembali, saya sebagai penulis mengharapkan kepada kedua belah pihak (Mahasiswa dan Aparat) FIKIRKAN TINDAKAN SEBELUM BERTINDAK. jika anda tidak mampu mengendalikan itu semua, lebih baik anda diam dan gunakan cara lain untuk bertindak (kecuali anarkisme).
pengalaman saya sebagai mahasiswa juga merasakan hal demikian. semoga ini bisa menjadi cambuk buat masa depan.
bagi masyarakat yang kurang mengerti dengan visi dan misi demonstran, jangan asal ikutan....
