Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jalur Lengkap Mudik Sumatera dan Jawa

File berbentuk Excel dan dapat didownload di Mudik Sumatera dan Jawa

Silahkan kepada kawan-kawan yang ingin mudik menggunakan rute ini. dalam rute ini dilengkapi beserta tempat-tempat untuk mampir dan nomor telepon penting yang ada sejak dari ujung sumatera (NAD) sampai ke pelabukan Bakau heni (Bandar lampung) juga dari Pelabuhan Merak (Banten) sampai kepelabuhan Gilimanuk (Surabaya). juga dilengkapi nomor telpon hotel yang berada disepanjang rute mudik.

04 Juli 2008

Wong Palembang Ngetop (II)


"Ngetop" Lagi !!!!!

Bukan Wong Palembang bae yang kaget, aku be yang perantauan palembang sangat terpukul dengan berita ini.....
disela-sela demo kenaikan BBM, ternyata ado wong palembang yang "nyemelo"(neko-neko=bhs jawa).
kalu aku pikir, wong itu minta perhatian, la tau palembang menyambut Visit Musi 2008, dio "nyemelo"

berita terkait dari Harian Kompas dibawah ini.
silahkan membaca
Sarie Febriane(kontributor Kompas)

Pembicaraan warga Palembang dalam tiga hari terakhir ini tak lepas dari penangkapan polisi terhadap 10 orang yang diduga terkait kelompok teroris. Wong Plembang sangat terkejut karena kota pempek yang selama ini relatif aman menyambut program Visit Musi 2008 dan kesibukan pilkada gubernur tanggal 4 September 2008, ternyata menjadi tempat subur bagi kelompok teroris.

”Rasanya enggak mungkin. Dia selalu azan di masjid situ. Bicaranya halus, agak berlogat Jawa,” ujar Suminah (53) warga Lorong (gang) Al-Ikhlas, RT 30 RW 06, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, Palembang, dengan setengah berbisik bercerita tentang tetangganya, Abdul Rahman alias Musa alias Ifan salah satu tersangka yang ditangkap polisi. Tak jauh dari rumah itu ada Masjid Ainul Yaqin, di mana Musa kerap mengumandangan azan.

Musa ditangkap polisi, Selasa (1/7), karena diduga terlibat dalam jaringan teroris, yang terkait dengan Al-Jamaah Al-Islamiyah (JI). Saat ditangkap, Musa tengah mengendarai sepeda motor di Simpang Sekip, Palembang. Musa berusaha kabur dan akhirnya bertabrakan dengan sepeda motor polisi. Musa bahkan sempat berusaha mencabut senjata api revolver yang dibawanya.

Suminah dan suaminya, Sadiun (68), mengaku beberapa kali berinteraksi dengan Musa dan keluarganya. Keempat anak Musa kerap bermain-main di halaman rumah Suminah dan Sadiun, yang tak berpagar. Di rumah Musa, polisi menemukan alat stetoskop.

Burlian Usi (48), tetangga Musa lainnya bertutur, laki-laki kelahiran Kota Bumi, Lampung Tengah 12 Desember 1973 itu kerap dikunjungi tamu, di antaranya Fajar alias Omar, alias Taslim, alias Abu Hazam, seorang warga negara Singapura keturunan India. Omar ditangkap polisi Sabtu (28/6) di Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. ”Mereka berdua juga sering berboncengan sepeda motor,” kata Burlian.

Burlian juga mengenal Omar karena Omar pernah mengontrak sekitar tiga bulan di dekat rumah Musa. Burlian ingat, Omar kerap berjualan Al-Quran, baju koko, dan juga kain. ”Dia pandai bahasa Inggris,” ujar Burlian.

Di antara 10 orang tersangka teroris di Palembang yang dibekuk polisi antiteror, Musa merupakan sosok yang paling keras. Oleh karena itu, Musa kerap dianggap ”pemimpin” di antara anggota lainnya. Dalam kelompok di Palembang ini, tak ada struktur khusus sehingga tak ada pemimpin formal secara struktural.

Omar kemudian pindah ke kontrakan di Kelurahan Karyabaru, Kecamatan Sukarami, Palembang. Tempat ini paling tidak merupakan persinggahan Omar yang kelima sebelum akhirnya tertangkap di Sekayu. Rumah kontrakan Omar di Karyabaru itu sangat sederhana, dan nyaris tak ada perabot selain tikar.

Omar tinggal di kontrakan bertarif Rp 150.000 per bulan bersama istrinya yang sedang hamil dan kedua anaknya. ”Dia di sini cuma tiga bulanan. Lalu pindah ke Sekayu karena mengajar Bahasa Inggris di sana. Waktu di sini, dia sering mengajari anak saya Bahasa Inggris dan mengaji,” tutur Hernita (36), tetangga sekaligus pemilik rumah kontrak.

Teman baik Musa dan Omar lainnya adalah Agus Tiawarman, lelaki kelahiran Lubuk Linggau, Sumsel, 7 Agustus 1973. Kamis petang, saat didatangi Kompas ke rumahnya di kawasan Perkuburan Cina, Lebung Siaran, Palembang, ibu dan istri Agus tampak pasrah. Agus memiliki orang anak. ”Saya sering nasihati dia, bekerjalah yang benar, kumpulkan uang untuk sekolah anak-anaknya sampai sarjana karena dia dan saudara-saudaranya sarjana semua,” kata ibunya, Nurkasih (60), yang ditemani istri Agus yang enggan banyak bicara.

Agus menurut Nurkasih merupakan pegawai negeri sipil di Lembaga Permasyarakatan Palembang dengan golongan 3B. Agus juga kerap berjualan minyak wangi. Di rumahnya itu, polisi menemukan botol-botol berisi biang minyak wangi. Agus juga kerap datang ke rumah Musa dan sesekali membawa banyak gula merah. Burlian, tetangga Musa, pernah diberi sepeti gula merah oleh Agus. ”Saya pasrah saja, kalau dia memang punya salah, silakan polisi ambil,” kata Nurkasih.

Warga di kawasan Simpang, Palembang, tepatnya di Jalan Papera juga terkejut setelah polisi menemukan 20 bom, dan bahan peledak lainnya. Mereka sama sekali tidak percaya dua penghuni rumah nomor 2110 itu, menyimpan bahan peledak.

Sulaiman (54) pemilik warung yang letaknya persis di samping rumah penyimpanan bom di Jalan Papera tak percaya anak muda yang sering berbelanja di warungnya itu terkait terorisme. Anak muda itu adalah Heri Purwanto, dan temannya Wahyudi.

Menurut Sulaiman, Heri dan Wahyudi bukan orang asing di lingkungan itu. Sepengetahuannya Heri diminta oleh Fauzi sebagai pemilik rumah kosong tersebut untuk menjaganya. Namun, karena Heri punya kesibukan lain maka Heri mengajak Wahyudi untuk membantu menjaga rumah itu.

Fauzi yang kini ikut ditahan Densus 88 mempercayakan penjagaan rumah itu pada Heri karena kelakukannya baik dan rajin beribadah. Selain itu Heri adalah bekas murid adik Fauzi.

Sulaiman yang sudah 30 tahun tinggal di Jalan Papera mengungkapkan, kawasan tersebut berkembang karena letaknya ada di pusat kota. Jalan Papera dekat dengan mal, bank, dan perkantoran. ”Sekarang harga tanah di sini Rp 2 juta per meter, padahal dulu cuma rawa-rawa. Pembangunan daerah ini pesat sejak krisis moneter karena orang ramai-ramai beli tanah untuk investasi.”

Menurut Sulaiman, warga Palembang punya sifat terbuka pada pendatang. Bahkan cenderung tak peduli. ”Pendatang baru tak akan dicari-cari Pak RT. Di Palembang tidak perlu lapor ke RT kalau tinggal lebih dari 24 jam,” kata Sulaiman.

Sedangkan Purwanti (57) ibu Heri saat ditemui Kompas begitu terpukul dengan penangkapan anaknya. Keluarga itu tinggal di sebuah rumah sederhana di lorong sempit.

Purwanti tidak tahu keberadaan anaknya sekarang, dia hanya mengetahui dari omongan para tetangga setelah melihat tayangan televisi. ”Suami saya berangkat ke Bangka untuk mencari pekerjaan sehari sebelum Heri ditangkap. Sekarang suami saya belum tahu kalau anaknya ditangkap,” kata Purwanti.

Saat ditanya tentang teman Heri yang sering berkunjung, Purwanti mengatakan ada teman Heri yang bertubuh pendek, berjenggot, dan berkulit putih. Menurut Heri, nama temannya itu Wahyudi. ”Masak anak saya bisa merakit bom? Saya betul-betul kaget dan tidak menyangka,” ujar Purwanti.

Kegiatan Heri sehari-hari adalah berjualan pulsa telepon genggam di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Pekerjaan menjaga rumah Fauzi baru dijalaninya beberapa bulan. ”Saya sangat ingin mencari anak saya dan menengoknya. Saya Cuma dengar dari tetangga kalau anak saya dibawa ke Jakarta,” ujar Purwanti sambil menangis.

Tertangkapnya dua orang teroris di Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan juga membuat warga daerah yang menjadi sentra beras tersebut gempar. Keterkejutan mereka karena kabar penangkapan teroris diketahui warga setelah membaca Koran dan melihat berita televisi.

Suliyah (25), warga kampung satu desa tugumulyo kec lempuing mengatakan dia malah tidak mendengar ada berita tersebut secara langsung. Hanya sebagai warga Lempuing dia tahu desa Bumiharjo itu memang tidak aman. Banyak pelaku kejahatan/kriminalitas di sana.

Dari Pantauan Kompas, kesibukan warga Desa Lempuing terlihat wajar. Warga desa yang membuka rumah makan tetap berjualan, tidak tampak aktivitas yang tegang karena munculnya berita penangkapan. Empat orang di antar tersangka teroris ditangkap di Desa Bumiharjo, Blok C dan Blok J, di Kecamatan Lempuing.

Hal yang sama juga dirasakan warga Kelurahan Sukomoro, Kecamatan Talang Kelapan, Kabupaten Banyuasin. Lurah Sukomoro, Agus F Jaya memastikan, dia tak memiliki warga yang berkebangsaan asing.

Tampaknya, para teroris tersebut berhasil menyembunyikan jati diri dari warga yang selama ini terbiasa dengan peristiwa kriminalitas di Palembang yang relatif lebih tinggi dibandingkan kota-kota besar lain. Kejahatan konvensional seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, dan pembunuhan sering terjadi. Meskipun demikian, ketika kasus terorisme dan penemuan 20 bom di Palembang terungkap, warga seperti tersambar petir di siang bolong.